top of page
Search
Writer's pictureRedaksi Rekampuan

Diskriminasi Gender dalam Dunia Olahraga


sumber foto : unsplash.com


Dunia olahraga dari dulu sampai sekarang pada umumnya didominasi oleh para pria. Mereka menyukai kegiatan ini berdasar suka maupun bakat. Hampir seluruh kegiatan olahraga yang memiliki massa banyak, didominasi oleh laki-laki. Karena dominasinya, perempuan terkadang kurang mendapati tempat yang baik dalam bidang ini. Misalnya, permasalahan kesenjangan gender dalam sepakbola, seksisme menjadi hal yang sering dibicarakan.


Seksisme secara umum berarti ucapan maupun tindakan diskriminasi yang ditujukan kepada perempuan. Dilansir dari Fandom.id, pada cabang olahraga sepakbola, wanita menjadi salah satu bentuk eksploitasi terhadap suporter dengan adanya pelabelan seperti bidadari tribun. Berbeda dengan suporter pria yang tidak memiliki sebutan yang mengandung maskulinitas.


Hal seperti ini menyebabkan munculnya diskriminasi gender. Olahraga harusnya dapat dimainkan oleh perempuan maupun laki-laki. Banyak contoh cabang olahraga yang kerap dianggap sebagai maskulinitas dan hanya cocok dimainkan oleh para pria, seperti sepakbola.


Adanya diskriminasi gender dalam dunia olahraga menyebabkan munculnya permasalahan lain seperti stereotipe, khususnya bagi perempuan.


Keadaan ini menciptakan stereotipe bagi para perempuan bahwa mereka tidak tau menau mengenai olahraga, dan dianggap sebagai ikut-ikutan saja, padahal hal ini belum tentu benar. Dewasa ini, keterlibatan kaum hawa dalam dunia olahraga kian menjamur.


Susy Susanti misalnya, ia bahkan menjadi atlet Indonesia yang memenangkan cabang bulutangkis pertama kalinya untuk tunggal putri pada kancah internasional di Olimpiade Barcelona 1992. Lalu, Liliyana Natsir yang juga merupakan pemain bulutangkis dengan berbagai kejuaraan yang dimenangkannya dalam ajang Olimpiade Rio de Janeiro 2016, Kejuaraan Dunia Bulutangkis di Skotlandia, Juara 1 Sea Games 2005, dan masih banyak lagi.


Dua wanita diatas merupakan salah satu contoh kecil dari banyaknya perempuan di Indonesia yang berprestasi. Hal ini bisa mematahkan adanya stereotipe perempuan mengenai ketidaktahuan dalam olahraga.


Selain dalam hal prestasi, perempuan sekarang kebanyakan sudah mengetahui banyak seputar olahraga, bahkan tidak sedikit yang sudah mendalaminya. Ruli Pratiwi misalnya, ia sekarang menjadi penjaga gawang pada tim futsal di Universitas Gadjah Mada.


Menurutnya, pada masa yang sekarang mendukung kesetaraan gender, stereotipe tersebut harusnya berkurang karena sekarang sudah bermunculan atlet-atlet wanita yang tidak kalah pamornya dibanding laki-laki.


Pemikiran seperti tidak mengetahui cara bermain, pelanggarannya apa saja, berapa lama waktu pertandingan menjadi stereotipe yang cukup dekat bagi para perempuan. “Ya menurutku wajar, mungkin fokus dia bukan ke olahraga dan tidak tertarik juga sama olahraga bisa jadi,” tambah Ruli.


Padahal aslinya hal tersebut cukup lumrah terjadi karena mereka tidak mengetahui akan olahraga ini. Bahkan seorang laki-laki pun bisa saja tidak mengetahui mengenai dasar sebuah permainan olahraga karena memang tidak berniat untuk mempelajarinya.


Jadi, stereotipe terhadap wanita dengan ketidaktahuannya seputar dunia olahraga harusnya dihilangkan, hal ini juga berlaku bagi pria. Kegiatan olahraga harusnya menjadi bebas dinikmati, ditonton, hingga dimainkan oleh siapa saja tanpa perlu mendiskriminasi bagi orang yang tidak mengetahuinya.



Penulis : Rizki Ardandhitya

8 views0 comments

コメント


bottom of page