Sumber: locallove.ca
Kasus kekerasan dalam hubungan memang kerap dialami perempuan. Para pelaku atau abuser yang manipulatif dapat membuat korban tanpa sadar bersimpati terhadap pelaku. Rasa simpati yang dikenal dengan stockholm syndrome tersebut muncul karena tekanan batin yang hebat dari pelaku. Lalu, bagaimana keluar dari hubungan tersebut?
1. Support System
Untuk pulih dari stockholm syndrome tidaklah mudah. Tidak ada obat atau perawatan yang dapat langsung menyembuhkan keadaan tersebut. Meski demikian, kehadian kerabat sebagai support system dapat membantu pemulihan tersebut.
Kerabat dapat mengingatkan serta memberi nasehat apabila diminta oleh korban yang sedang mengalami perilaku abusive dalam suatu hubungan. Dilansir dari healthline.com, hal tersebut menjadi salah satu alasan mengapa pelaku biasanya melarang korban berhubungan dekat dengan teman atau keluarganya.
Mintalah sebanyak mungkin dukungan dari orang-orang yang menurut rekanpuan dapat dipercaya. Lalu, beri tahu mereka tentang situasi yang kita alami. Mereka harus terus memperkuat kekuatan dan keyakinan kita pada diri sendiri. Ini akan sulit karena pelaku kekerasan akan berusaha mengisolasi rekanpuan dari teman dan keluarga. Mintalah mereka untuk menghubungi organisasi yang memiliki wewenang terhadap tindakan abusive.
2. Menghubungi Psikiater
Sebelum rekanpuan mendiagnosa seseorang atau diri rekanpuan, ada baiknya hubungi psikiater terlebih dahulu. Hal ini juga berlaku dalam menangani stockholm syndromstockholm syndrome yang termasuk ke dalam gangguan mental. Hal ini agar tidak terjadi kesalahan dalam menangani gangguan yang rekanpuan alami.
Stockholm syndrome punya banyak gejala yang mirip dengan gangguan mental lainnya. Dilansir dari medicalnewstoday.com, beberapa gejala yang dialami selain empati dan simpati terhadap pelaku adalah kilas balik, depresi, kecemasan, dan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder). Beberapa gejala ini juga dialami oleh penderita gangguan mental selain stockholm syndrome. Oleh karena itu, ada baiknya melakukan konsultasi secepatnya.
Beberapa korban akan menolak untuk diajak ke psikiater. Oleh karena itu, kehadiran serta bantuan rekanpuan sangat dibutuhkan untuk kesembuhan serta kesadaran korban.
3. Menjauhi Pelaku
Salah satu cara yang dapat dilakukan untu mengetahui apakah rekanpuan terkena sindrom tersebut adalah menjauhi pelaku. Menurut Reena KR, salah satu pekerja di Lembaga yang menangani kekerasan online dan anak, hal tersebut dapat membuat rekanpuan terhindar dari trigger yang biasa digunakan oleh pelaku.
Dalam akun Quora miliknya, Reena juga mengatakan bahwa korban dapat menjauhi pelaku samapai ia yakin dirinya berada dalam keadaan mental yang stabil. Korban juga tidak boleh lupa bahwa dirinya berhadapan dengan manipulator yang mengetahui kelemahan korban.
4. Jangan menghakimi korban
Biarkan korban berbicara mengenai apa yang ia alami kepada rekanpuan. Dengarkan serta beri perhatian lebih terhadap detail yang korban. Selain itu, rekanpuan juga jangan memberi nasihat secara eksplisit apabila tidak diminta.
Dilansir dari goodtherapy.org, korban akan merasa dihakimi dan dikucilkan. Hal tersebut dikarenakan kita tidak mengalami kejadian yang korban alami. Korban akan merasa tidak ada yang mengerti keluh kesahnya selama ini.
Korban perlu diberdayakan dan dibimbing untuk membuat keputusan sendiri. Jika kita datang dan memberi tahu mereka apa yang harus dilakukan karena merasa lebih tahu, maka kita tidak membantu korban sama sekali.
5. Melawan pelaku
Kata melawan di atas bukanlah secara fisik atau adu kekuatan. Melawan dapat dilakukan dengan tidak menuruti segala perintah pelaku. Hal tersebut dilakukan karena pelaku biasanya memiliki kesenangan apabila perintahnya dituruti.
Pastikan dirimu baik-baik saja sebelum melawan perintah pelaku. Begitu rekanpuan berada di tempat yang aman dan stabil secara emosional, lawanlah pelaku kekerasan dan berbicara dengannya dalam bahasa yang dia pahami. Jika dia bertindak agresif seperti berteriak, balaslah perilaku agresif tersebut karena itulah satu-satunya cara rekanpuan dapat mengatasi ketakutan dari pikiran kita.
Kita harus selalu ingat bahwa pelaku hanyalah pengecut yang menyerang dan menikmati rasa sakit orang lain. Tetaplah meremehkan pelaku kekerasan dalam pikiran rekanpuan karena dia akan berusaha untuk menjustifikasi perilakunya dan membuat memanipulasi kita.
Penulis : Rizky Fabian
Editor : Hammam Izzuddin
Comments