Foto: Seorang demonstran menuntut pengesahan RUU PKS dalam demo Gejayan Memanggil, 23 September 2019 lalu. (Sumber: Rizky Fabian)
Jakarta – Rekampuan Meski sempat dikeluarkan dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020, Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) akan kembali diusulkan dalam Prolegnas 2021. Hal ini disampaikan oleh Anggota DPR RI Fraksi PDIP, Diah Pitaloka dalam program HERSTORY bersama Komnas Perempuan pada Jumat (20/11).
Diah mengatakan bahwa dirinya beserta fraksi PDIP akan kembali mengusulkan RUU PKS dalam Prolegnas 2021. Ia juga menjelaskan alasan mengapa RUU PKS ditolak oleh beberapa fraksi dalam pembahasan Prolegnas 2020.
“(RUU PKS) Dikeluarkan karena kami belum memiliki kesiapan teknis apakah akan menggunakan naskah akademik lama ataupun yang baru. Secara administratif juga ada pemindahan dari Komisi 8 DPR ke Badan Legislasi (Baleg). Insyaallah akan masuk ke Prolegnas 2021 karena sudah diusulkan oleh fraksi,” ujar Anggota DPR Komisi 8 tersebut.
Pernyataan ini disambut baik oleh Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor. Ia mengatakan bahwa pembahasan RUU PKS harus segera dilaksanakan karena korban dari kekerasan seksual tidak akan mendapatkan akses keadilan.
“Hukum yang ada masih terbatas dalam memaknai tindakan kekerasan seksual. Tindak pidana pemerkosaan di dalam KUHP dalam perumusannya tidak mampu memberikan perlindungan kepada korban kekerasan seksual. Sehingga, korban tidak mendapatkan keadilan,” ujar aktivis perempuan kelahiran Indramayu tersebut.
Meski demikian, penolakan terhadap RUU PKS masih datang dari beberapa fraksi di DPR. Menurut Diah, hal itu merupakan sesuatu yang wajar ketika membahas suatu Rancangan Undang-Undang.
“Resistensi (penolakan) dari teman-teman di DPR sudah mulai berkurang. Akan tetapi, masih ada yang bersikap skeptis terhadap RUU tersebut. Hal tersebut merupakan sesuatu yang wajar. Memang begitu dinamikanya ketika membahas Undang-Undang,” ujarnya di program HERSTORY.
Sebelumnya, fraksi PKS menolak RUU PKS lantaran menginginkan perubahan nama menjadi RUU Penghapusan Kejahatan Seksual. Dilansir dari detik.com, Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini mengatakan bahwa pihaknya menolak karena masukan tersebut tidak diakomodir dalam pembahasan RUU.
"Kita butuh undang-undang yang tegas dan komprehensif yang melandaskan pada nilai-nilai Pancasila, agama, dan budaya bangsa bukan dengan peraturan yang ambigu dan dipersepsi kuat berangkat dari paham/ideologi liberal-sekuler yang sejatinya bertentangan dengan karakter dan jati diri bangsa Indonesia itu sendiri," tegas Jazuli dalam keterangannya kepada detik.com, Kamis (7/2/2019).
Penulis : Mohamad Rizky Fabian
Editor : Fatika Febrianti
Kommentare