sumber foto : Pixabay
Kekerasan seksual merupakan hal berbahaya yang rentan dialami oleh perempuan. Komnas Perempuan mencatat, selama 12 tahun (2001- 2012), sedikitnya ada 35 perempuan menjadi korban kekerasan seksual setiap hari. Data tersebut membuat pemahaman tentang kekerasan perempuan, termasuk bentuk-bentuknya, penting untuk diketahui. Sebelum membicarakan persoalan penanganan dan pencegahannya.
Komnas Perempuan setidaknya mengkategorikan kekerasan seksual menjadi 15 bentuk. Kategori ini merupakan hasil pemantauan Komnas Perempuan selama periode 1998-2013. Hal yang perlu ditekankan pula bahwa kategori ini belumlah final, ke depan masih ada kemungkinan kategori baru yang muncul menurut analisis yang didapatkan dari penelitian Komnas Perempuan. Namun berikut Rekampuan rangkumkan kelima belas daftar yang ada saat ini :
1. Perkosaan
Tindakan ini dapat disimpulkan sebagai bentuk pemaksaan hubungan seksual dengan memakai penis kearah vagina, anus, atau mulut korban. Pencabulan adalah istilah lain dari perkosaan yang dikenal dalam sistem hukum Indonesia.
2. Intimidasi Seksual termasuk Ancaman atau Percobaan Perkosaan
Intimidasi seksual diartikan sebagai penyerangan secara seksual untuk menimbulkan rasa takut atau penderitaan pada korban. Intimidasi ini dapat disampaikan secara langsung maupun tidak langsung melalui saluran pesan.
3. Pelecehan Seksual
Tindakan seksual lewat sentuhan fisik maupun non fisik dengan sasaran organ seksual maupun seksualitas korban. Perilaku ini termasuk siulan, main mata, dan ucapan bernuansa seksual yang menyebabkan ketidaknyamanan dan merendahkan martabat.
4. Eksploitasi Seksual
Tindakan penyalahgunaan kekuasaan yang timpang untuk tujuan kepuasan seksual maupun memperoleh keuntungan dalam bentuk uang, sosial, maupun politik.
5. Perdagangan Perempuan untuk Tujuan Seksual
Tindakan merekrut, mengangkut, menampung, mengirim, memindahkan, atau menerima seseorang dengan ancaman kekerasan untuk tujuan prostitusi maupun ekspolitasi seksual lainnya.
6. Prostitusi Paksa
Situasi di mana perempuan mengalami tipu daya, ancaman, maupun kekeresan untuk menjadi pekerja seks. Prostitusi paksa memiliki kemiripan namun tidak selalu sama dengan perbudakan seksual.
7. Perbudakan Seksual
Hal ini terjadi saat pelaku merasa menjadi pemilik dan memiliki otoritas penuh atas tubuh korban. Sehingga merasa berhak untuk melalukan apapun demi memperoleh kepuasan seksualnya.
8. Pemaksaan Perkawinan, Termasuk Cerai Gantung
Pemaksaan perkawinan terjadi jika ada paksaan dan tidak dilandasi atas kesamaan kemauan dari kedua pihak yang kawin. Sedangkan cerai gantung adalah ketika perempuan dipaksa untuk terus berada dalam perkawinan padahal ingin cerai.
9. Pemaksaan Kehamilan
Situasi ketika perempuan dipaksa dengan ancaman maupun kekerasan untuk melanjutkan kehamilan yang tidak ia hendaki. Hal ini terjadi umumnya pada korban perkosaan.
10. Pemaksaan Aborsi
Pengguguran kandungan yang didasari pemaksaan, ancaman, maupun kekerasan dari pihak lain. Padahal sang perempuan berkeinginan untuk menjaga kandungannya.
11. Pemaksaan Kontrasepsi dan Sterilisasi
Kontrasepsi dan sterilisasi pada dasarnya dapat dilakukan bahkan penting dalam suatu kasus tertentu. Namun sterilisasi tanpa persetujuan utuh dari pihak perempuan dapat dikategorikan kekerasan seksual.
12. Penyiksaan Seksual
Tindakan khusus menyerang organ dan seksualitas perempuan yang dilakukan secara sengaja. Sehingga menimbulkan rasa sakit dan penderitaan baik jasmani maupun rohani.
13. Penghukuman Tidak Manusiawi dan Bernuansa Seksual
Hukuman yang sarat akan penyiksaan yang merendahkan martabat manusia. Biasanya karena dianggap melanggar norma-normal kesusilaan. Misalnya hukuman cambuk bagi pasangan belum kawin yang melakukan hubungan seksual secara suka rela.
14. Praktik Tradisi Bernuansa Seksual yang Membahayakan Atau Mendiskriminasi Perempuan
Kebiasaan masyarakat yang terkadang ditopang alasan agama atau budaya yang bernuansa seksual serta dapat menyebabkan cidera fisik maupun psikologis pada perempuan. Sunat perempuan adalah salah satu contohnya.
15. Kontrol Seksual, Termasuk Lewat Aturan Diskriminatif Beralasan Moralitas dan Agama
Cara pikir di dalam masyarakat yang menempatkan perempuan sebagai simbol moralitas komunitas, membedakan antara “perempuan baik-baik” dan perempuan “nakal”, dan menghakimi perempuan sebagai pemicu kekerasan seksual menjadi landasan upaya mengontrol seksual (dan seksualitas) perempuan.
Penulis : Hammam Izzuddin
Editor : Fatika Febrianti
Kommentare