Sumber foto : Kaskus
Beberapa hari yang lalu, jagad media sosial diramaikan oleh seorang gadis yang membunuh ibunya sendiri. Kasus ini sebenarnya terjadi pada 2013 silam di Amerika Serikat, akan tetapi kembali viral akhir-akhir ini.
Isabella Guzman, gadis yang menikam ibunya sendiri sebanyak 151 kali. Polisi menduga Isabella mengidap gangguan mental, sehingga pada akhirnya ia dibebaskan dan mendapatkan penanganan khusus.
Akibat parasnya yang cantik, Isabella sering mendapatkan pujian dari warganet. Mereka menyayangkan apa yang dilakukan Isabel akibat wajahnya yang menawan. Bahkan beberapa diantara mereka berbondong-bondong mengidolakan gadis ini.
Berbanding terbalik dengan Isabel, Laeli Atik yang sama-sama tersangka tindak kejahatan justru menerima hujatan dari warganet. Komentar-komentar negatif tentangnya datang secara terus menerus. Komentar yang dilontarkan bukan hanya karena kejahatan yang dilakukan, bahkan bentuk fisik Laeli hingga mendapatkan hujatan.
Laeli merupakan salah satu tersangka kasus mutilasi seorang pria. Ia bersekongkol dengan pacarnya untuk merampas harta milik korban.
Dari kasus tersebut, cukup jelas terdapat perbedaan walaupun keduanya sama-sama tindak kejahatan yang menghilangkan nyawa orang lain. Perbedaan itu semakin menunjukkan bahwa beauty privilege memang benar-benar nyata di kehidupan sosial.
Beauty privilege merupakan sebuah keistimewaan yang seseorang dapatkan akibat paras cantik atau tampan yang mereka miliki. Orang akan memberikan perlakuan yang baik pada pemiliki beauty privilege, bahkan perilaku buruk mereka dihiraukan.
Baca Juga : Tips Mix and Match Pakaian Sesuai Bentuk Tubuh
Seperti yang terjadi pada Ardhito Pramono. Sebagai seorang public figure, ia dituntut untuk tidak memperlihatkan perilaku buruknya. Akan tetapi, cuitan dari akunnya yang mengandung kata kasar tiba-tiba terangkat bulan Februari lalu. Ia mengaku jika tweet tersebut ia ketik saat berusia 14 tahun.
Walaupun begitu, beberapa pihak masih ada yang menyukainya dan tidak langsung membenci pemiliki lagu One Fine Day ini. Akibatnya, beberapa pihak lain mengatakan kalau Ardhito mendapatkan pembelaan karena wajahnya yang tampan atau mendapatkan beauty privilege.
"Beauty privilege for some people does exist. Tapi, sejak pertama kali gue masuk dunia industri musik, gue jual karya gue, bukan tampang gue doang," ungkap Ardhito saat diwawancarai melalui channel YouTube Arief Muhammad.
Wajah yang menarik akan membuat orang lain menaruh perhatian pada si pemilik beauty privilege. Akibat parasnya, mereka akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dibanding orang-orang pada umunya. Orang lain akan selalu memberi perlakuan yang baik bagi mereka pemilik beauty privilege.
Pengalaman tersebut pernah Adelia Melyanti (19) rasakan saat menjalani PKL di salah satu perusahaan swasta di Jakarta Pusat 2 tahun yang lalu. Akibat wajahnya yang cantik, ia sering mendapatkan pujian di tempat kerjanya tersebut.
"Iya aku pernah bahkan sampai sering dianter jemput sama salah satu teman PKL cowokku, padahal kita baru pertama kali kenal," jelasnya.
Akan tetapi, ia merasa risih jika mendapatkan perlakuan seperti itu. Terlebih jika orang tersebut baru ia kenal.
"Awalnya biasa aja, tapi lama-lama risih juga. Apalagi itu orang baru, malah kesannya jadi annoying. Kalo temen-temen sendiri sih gapapa," ujar Adel saat dihubungi via Whatsapp Minggu (6/12).
Mendapatkan beauty privilege memang menyenangkan. Selalu dipuji, mendapatkan keistimewaan oleh siapapun. Akan tetapi, hal tersebut bukan satu-satunya kunci untuk menuju kesuksesan. Ada faktor lain selain penampilan menarik yang menyebabkan seseorang dapat diterima juga oleh masyarakat.
Menurut Journal Business and Psychology, wajah yang menarik tidak cukup untuk diterima dalam suatu perusahaan. Mereka yang memiliki beauty privilege akan tampak lebih memiliki daya tarik jika ia juga cerdas, sehat, dan kepribadian yang baik. Jadi, tidak selamanya beauty privilege selalu mendapatkan kemudahan dalam kehidupan karirnya.
Maka dari itu, memiliki tampang yang menawan bukan segalanya. Semua orang berhak untuk dihargai. Daripada terlalu sering merasa insecure dengan penampilan fisik, lebih baik kita fokus untuk meningkatkan kemampuan dalam diri masing-masing.
Penulis : Fatika Febrianti
Editor : Annisya Asri
Kommentare