top of page
Search
Writer's pictureRedaksi Rekampuan

Gerakan #MeToo Yang Dianggap Taboo


sumber foto : Media Indonesia


Hastag Metoo menjadi wakil suara dari para korban yang mengalami kekerasan seksual. Tagar ini menjadi sebuah gebrakan baru agar masyarakat dunia terbuka bahwa masih banyak masalah-masalah kekerasan yang tidak terdengar. Negara-negara seperti Amerika Serikat dan beberapa di bagian Eropa secara aktif mendukung gerakan ini. Tapi bagaimanakah dengan negara kita Indonesia?


Kasus kekerasan seksual di Indonesia tiap tahunnya meningkat secara tajam, apalagi sekarang di masa pandemi. Menurut Komisi Nasional tiap dua jam terdapat tiga perempuan Indonesia yang mengalami kejadian ini. Livia Iskandar selaku Wakil ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengatakan bahwa dari 9.039 kasus kekerasan seksual hanya 901 korban saja yang terlindung oleh LPSK.


“Jumlah yang kita temukan tentunya jauh dari jumlah sesungguhnya kasus kekerasan seksual yang terjadi di lapangan,” ujarnya saat di wawancarai oleh suara.com. Untuk mengetahui semua korban kekerasan seksual sangat rumit karena tidak semua korban ingin melapor. Gerakan #Metoo sendiri sebenarnya dapat membantu lembaga-lembaga untuk mendeteksi dimana dan siapa orang yang sedang mengalami kekerasan seksual tersebut agar segera mendapatkan perlindungan. Tetapi, gerakan ini justru dianggap tabu oleh warga Indonesia.


Memalukan nama keluarga, mengumbar kejelekan diri sendiri, tidak tahu malu, bahkan dianggap sebagai seorang pelacur menjadi alasan-alasan kenapa gerakan ini tidak mendapat dukungan se-massive negara-negara lain. Hal ini juga yang menjadi alasan banyak korban yang tadinya ingin mulai bersuara merasa kembali tertekan dan merasa tidak pantas untuk membagikan ceritanya.


Mereka yang menjadi korban kekerasan seksual seharusnya mendapatkan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Tak kunjung disahkan RUU PKS menjadi hal lain yang menjadi keresahan korban. Namun, dengan mengikuti gerakan #Metoo itu sendiri, korban yang tidak familiar dengan kata-kata dukungan dari orang sekitar setidaknya mendapat dukungan dari dunia maya. Dengan ikut serta dalam penggunaan tagar ini bukan ketakutan yang seharusnya diterima para korban yang akhirnya berani menyuarakan diri tetapi kehangatan dan dukungan psikis untuk mereka.


Penulis : Malwa Hazwani

Editor : Fatika Febrianti

13 views0 comments

Comments


bottom of page