Sumber foto : Pinterpolitik.com
Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) kembali diusulkan ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. Usulan tersebut mendapat respon positif dari Komnas Perempuan dan juga publik. Pembahasan kembali RUU PKS dianggap penting karena meningkatnya kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan selama masa pandemi.
Sebelumnya, pengusulan RUU PKS ke dalam Prolegnas 2021 disampaikan oleh Anggota DPR Komisi 8, Diah Pitaloka dalam program HERSTORY bersama Komnas Perempuan pada Jumat (20/5). Dirinya pun berharap agar RUU PKS dapat disahkan secepatnya oleh DPR.
“Kita tidak berharap undang-undang ini untuk menghukum, tapi mencegah. Undang-undang ini merupakan upaya untuk mencegah kekerasan seksual. Kita berharap kesadaran public dan teman-teman di DPR yang akan membahas Undang-Undang ini di prolegnas. Insyaallah semoga ini (RUU PKS) dapat disahkan menjadi Undang-Undang,” ujar diah.
Angka kekerasan seksual yang meningkat selama pandemi menjadi salah satu alasan mengapa RUU PKS perlu segera disahkan. Menurut data yang dilansir oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dan Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat sebanyak 75% sejak pandemi berlangsung.
Data yang dilansir oleh Kemen PPA dan Komnas Perempuan juga menyebutkan bahwa terjadi 14.719 kasus kekerasan selama pandemi. Jumlah kasus tersebut dibagi ke dalam 3 kategori yaitu personal, komunitas, dan negara.
Dari total keseluruhan kasus, ranah personal menjadi yang paling banyak dengan 75,4 persen atau 11.105 kasus. Disusul oleh ranah komunitas dengan 24,4 persen atau 3.602 kasus, dan ranah negara dengan 0,08 persen atau 12 kasus.
Sebelumnya Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor menjelaskan urgensi dari RUU PKS. Dalam program Herstrory, ia menjelaskan RUU PKS dapat mengatasi kekerasan seksual secara sistemik.
“Kejadian kekerasan seksual terus meningkat dengan bentuk yang bervariasi. Tingkat kekerasannya sangat luar biasa dan dampak yang ditimbulkan bagi korban juga tidak sederhana. Undang -Undang ini tidak hanya mengatur aspek pidananya, tapi juga mengatur pencegahan, penanganan, pemulihan terhadap korban, dan rehabilitasi bagi pelaku,” ujar Maria.
Pengesahan RUU PKS juga mendapat dukungan dari publik. Darmeyta Rahmannisa, mahasiswi Universitas Sriwijaya, mengatakan bahwa dirinya kurang merasa aman jika berada di ruang public. Mahasiswi jurusan Ekonomi Pembangunan tersebut juga mengatakan bahwa pengesahan RUU PKS harus segera dilakukan agar kekerasan terhadap perempuan tidak semakin bertambah.
“Dengan banyaknya kasus kekerasan seksual yang berakhir damai dan tidak jelas penyelesaiannya, jujur jadi sedikit takut jika berada di luar rumah. Setiap warga negara berhak memiliki jaminan agar hidup aman. Tentunya, RUU PKS mengakomodasi jaminan tersebut, sehingga harus segera disahkan. Kami (perempuan) seharusnya tidak perlu merasa khawatir dan ketakutan jika berada di ruang publik,” pungkas perempuan yang akrab disapa Rahma tersebut.
Penulis : Fabian
Editor : Hammam Izzuddin
Comments