Kasus revenge porn kembali menjadi pembicaraan hangat dalam beberapa waktu terakhir di media sosial. Isu ini kembali dibahas setelah munculnya video panas seorang perempuan yang menyerupai public figure Gissela Anastasia (30) pada Sabtu (7/11) silam.
Kasus yang sempat viral di Twitter ini menuai banyak komentar dari warganet, dimulai dengan kemunculan #savegempi, #gisel, #giselviral ini pun berisi tweet yang bertujuan untuk menyebarkan link video yang diunggah melalui beberapa platform media sosial.
Sebelumnya, Gisel sempat angkat bicara mengenai video syur tersebut. Ia mengaku bingung untuk memberikan klarifikasi mengenai video yang berdurasi 19 detik ini, karena bukan kali pertama ia terseret kasus video serupa.
Di tengah keramaian perbincangan tersebut, 2 dari 5 pelaku yang terindikasi penyebaran video panas telah ditangkap dengan motif untuk meningkatkan jumlah followers di media sosial. Tujuan lain pun juga didasari oleh pelaku untuk dapat mengikuti kuis berhadiah setelah jumlah followers naik. Kasus penyebaran video tersebut telah menambah daftar kasus revenge porn di Indonesia.
Revenge porn merupakan postingan mengenai foto dan video yang memalukan, cabul, atau telanjang yang disebarkan oleh seseorang melalui media sosial tanpa persetujuan dari pihak terkait. Kemajuan teknologi diyakini menjadi salah satu faktor kasus revenge porn terus bermunculan.
Walaupun teknologi semakin maju dan tingkat penggunaan gadget semakin tinggi, akan tetapi literasi penggunaan gawai dan teknologi masih minim di Indonesia. Hal tersebut pun menyebabkan simpang siur akan informasi yang cenderung merajalela dan menimbulkan banyak pandangan pada warganet khususnya pada kasus revenge porn yang sering menyerupai seorang public figure yang padahal itu bukan.
Ayoe Sutomo, M.Psi, Psikolog Citra Ardhita Psychological Service mengatakan dalam sebuah relasi yang rentan terhadap kekerasan sebetulnya ada individu dengan konsep diri yang tidak kuat dan tidak mampu menilai dirinya secara positif. Akibatnya individu cenderung membiarkan pasangannya untuk menguasai dirinya.
Revenge porn juga didasari oleh salah satu individu yang mendominasi hingga menimbulkan manipulatif pada pasangannya untuk melakukan apa saja yang ia inginkan. Penyebarannya pun juga tak main-main. Melalui media sosial, biasanya salah satu foto atau video yang sedikit menyimpang menimbulkan banyak stigma dari masyarakat hingga banyak yang berkomentar akan hal tersebut dan akhirnya menjadi trending topic dalam media sosial. Hal ini menimbulkan dampak buruk khususnya pada kaum perempuan yang seringkali menjadi korban dari revenge porn.
Bentuk dari revenge porn juga bermacam-macam, mulai dari ancaman dari pasangan untuk membagikan foto atau video kemudian setelah putus ia akan menyebarkannya melalui media sosial, kemudian ada foto atau video yang disimpan secara pribadi lalu diretas oleh hacker dan disebarkan sampai seluruh dunia. Tak sedikit perempuan yang mengalami trauma berat dan depresi. Akibatnya banyak yang melakukan kegiatan negatif hingga berpikir untuk bunuh diri jika tidak ditangani secara benar.
Kasus revenge porn meningkat di tengah pandemi Covid-19. Dilansir melalui katadata.co.id untuk jumlah kasus kekerasan basis gender online meningkat di 2020 dari 260 menjadi 350 kasus di Indonesia. Banyaknya jumlah kasus revenge porn di tengah pandemi didasari oleh kebosanan dari masyarakat Indonesia akan tinggal dirumah. Pelaku penyebar video bisa dijerat dua pasal berlapis, yaitu Pasal 27 Ayat 1 juncto Pasal 45 Pasal 19/2019 tentang UU ITE dan Pasal 8 juncto Pasal 34 Undang Undang Nomor 44 2008 tentang pornografi.
Penulis : Annisya Asri
Editor : Fatika Febrianti
Comments