Ilustrasi seseorang yang mengidap gangguan mental (Sumber: Nytimes.com)
Kesadaran masyrakat akan gangguan mental terus meningkat setiap tahunnya. Akan tetapi, beberapa orang meromantisasi gangguan mental dan menganggapnya sebagai suatu hal yang aesthetic. Kicauan penyanyi Nadin Amizah di jejaring media sosial Twitter dianggap meromantisasi gangguan mental. Benarkah demikian?
Kicauan dengan beberapa foto tersebut diunggah dalam akun pribadi Nadin Amizah, @rahasiabulan. Tweet yang diunggah pada Rabu (1/12), telah dibagikan sebanyak 1.902 kali dan disukai oleh 16.9 ribu pengguna twitter. Tweet tersebut pun membuat nama Nadin masuk ke trending topic media sosial Twitter pada hari Rabu.
Tweet tersebut berbunyi “Your girlfriend. Your mentally unstable girlfriend” dan diakhiri dengan emoji berbentuk bintang. Unggahan tersebut juga disertai dengan 4 foto Nadin yang menggunakan pakaian putih serta kacamata.
Cuitan Nadin Amizah di media sosial Twitter yang sempat viral. (Sumber: Tangkapan layar pribadi)
Beberapa warganet melayangkan pujian terhadap penampilan penyanyi yang kini berusia 20 tahun tersebut. Tidak hanya fisik, warganet juga memberi pujian terhadap apa yang Nadin kenakan. Foto tersebut pun dianggap netizen sebagai sesuatu yang bersifat aesthetic atau indah.
“Nadin, kalo aku tanya cardigannya beli dimana bakalan dijawab engga? Lucu banget. Eh, Nadin juga lucu banget,” tulis akun @Riiyannny.
Meski dibanjiri pujian, beberapa orang juga mempermasalahkan cuitan Nadin yang dianggap mengglorifikasi mental illness. Menurut warganet, unggahan penyanyi kelahiran Bandung tersebut dapat membuat gangguan mental dianggap sebagai sesuatu yang memiliki estetika. Beberapa warganet pun menyarankan Nadin untuk pergi ke psikiater disbanding hanya mengeluh di media sosial.
“Kalau mental kamu ga stabil, yok semangat berobat ke psikiater atau psikolog! Biar followers kamu yang sedang ada di fase yang sama aware, bahwa pertolongan itu ada. Kejiwaan yang tidak stabil jangan dibiarkan atau dipuitisasi ya. Takutnya ada yang mikir, mental ga stabil itu estetik,” tulis akun @runofwords dalam media sosial Twitter.
Balasan ini pun menarik perhatian warganet. Saat berita ini diturunkan, balasan tersebut telah dibagian 165 kali dan disukai oleh lebih dari 1000 orang. Beberapa orang setuju bahwa apa yang Nadin lakukan dapat membuat gangguan mental dianggap sebagai sesuatu yang memiliki estetika. Tetapi, tidak sedikit yang menganggap apa yang Nadin lakukan merupakan upaya coping mechanism atau upaya yang dilakukan untuk mengatasi stress dan mencari dukungan di media sosial.
Menurut jurnal dengan judul Coping Styles in Patients with Anxiety and Depression, masing-masing individu menggunakan pendekatan yang berbeda untuk mengatasi masalah mereka. Studi yang dilakukan dengan metode kuesioner tersebut juga menyatakan bahwa coping mechanism dari pengidap gangguan mental dipengaruhi oleh pemahaman pasien tentang penyakit/gejala serta cara dalam mengelola penyakitnya.
Salah satu bentuk dari coping mechanism adalah mencari perhatian atau attention seeking. Dikutip dari psychologytoday.com, mendapatkan perhatian yang kurang memadai dapat mengancam kualitas dan keberlanjutan hidup. Dengan demikian, mendapatkan perhatian sosial fungsional dapat dimengerti. Namun, pencari perhatian kadang melakukan hal yang tidak sehat yang didorong oleh keputusasaan emosional.
Menanggapi komentar mengenai dirinya yang mengglorifikasi gangguan mental, Nadin mengatakan bahwa cuitan tersebut merupakan bentuk self-awareness. Ia juga mengingatkan kepada pengikutnya agar tidak menyepelekan orang-orang yang mengeluh tentang kesehatan mental di media sosial.
“’Wow, mentalku tidak stabil.’ berbeda dengan ‘wow aku memiliki BPD (Borderline Personality Disorder), dan depresi.’ Yang satu merupakan bentuk kesadaran diri dan yang satu merupakan bentuk diagnosa oleh diri sendiri. Diagnosa terhadap diri sendiri sangatlah berbahaya,” tulis Nadin dalam bahasa inggris.
“Dan tolong jangan meremehkan siapapun tentang gangguan mental yang mereka alami. Tawarkan mereka pundak untuk bersandar, tapi jangan pernah kamu melakukan diagnosa secara sepihak tentang gangguan mental yang mereka alami,” sambung penyanyi yang sedang menempuh pendidikan di London School of Public Relation tersebut.
Pendapat pun berdatangan dari masyarakat. Ada yang setuju dengan cuitan Nadin tentang gangguan mental, sementara yang lain khawatir para pengidap akan disepelekan.
Davina Alya, pelajar SMK 3 Bekasi mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh Nadin juga pernah ia rasakan sendiri. Menurutnya, tidak ada yang salah mengunggah cuitan sembari meminta dukungan kepada kerabat maupun teman di media sosial.
“Kalau menurutku tidak ada yang salah karena aku juga pernah ngerasa begitu. Kalau sedang sedih memang butuh perhatian orang untuk bisa bangkit lagi. Menurutku itu tidak masalah selama ia memang benar-benar merasa sedih dan bukan sedang mencari perhatian karena narsis,” ujar Davina ketika diwawancara pada Senin (7/12).
Pendapat berbeda diungkapkan oleh Khoirul Hidayat, guru BK di sebuah Sekolah Menengah Pertama di Bekasi tersebut menganggap bahwa yang dilakukan Nadin dapat membuat orang dengan gangguan mental disepelekan. Meski demikian ia tidak ingin tergesa-gesa dalam menghakimi Nadin.
“Menurutku iya, bisa saja nanti orang-orang meremehkan pengidap gangguan mental. Nantinya orang lain akan menganggap bahwa mereka (orang dengan gangguan mental) hanya curhat karena ingin dianggap aesthetic dan haus akan perhatian. Tapi, kita tidak boleh terburu-buru dalam menghakimi Nadin. Lebih baik kita husnudzon dan membantunya,” ujar Khoyrul ketika dihubungi via Whatsapp.
Sebagai pengguna media sosial, tentu kita harus lebih bijak ketika ingin mengunggah sesuatu. Apalagi ketika kita memiliki pengaruh yang besar terhadap pengguna lain. Akan tetapi, kita juga tidak boleh menghakimi seseorang jika ia bercerita tentang kesehatan mentalnya di media sosial. Mungkin saja ia benar-benar membutuhkan bantuan dan kita dapat menyelamatkannya.
Penulis : Mohamad Rizky Fabian
Editor : Fatika F
Comments