Sumber foto : Tempo.co
Pratiwi Pudjilestari Sudarmono tercatat menjadi perempuan pertama di Indonesia sebagai astronaut. Pada 1986, ia batal pergi ke luar angkasa karena meledaknya pesawat ulang-alik Challanger pada Januari tahun tersebut.
Perempuan berkelahiran Bandung ini telah mewakili Indonesia dalam kerjasama dengan National Aeronautics and Space Administration (NASA). Rencananya dalam bulan Juni ditahun yang sama ia akan berangkat ke luar angkasa menggunakan pesawat ulang-alik Columbia, naasnya batal karena insiden 6 bulan sebelumnya.
Akibat dari kejadian kecelakaan tersebut, misi wahana antariksa Columbia yang dijalaninya dibatalkan oleh NASA. Kendati batal, ia tetap menjalani pelatihan sebagai astronaut. Salah satu pelatihannya adalah mempelajari mengenai struktur kendaraan luar angkasa yang akan dinaiki.
“Yang berat itu mempelajari sistem kerja pesawat ulang-alik. Bagi saya seorang dokter dan ahli laboratorium, cukup sulit,” ujarnya dalam webinar Komunitas Tintin Indonesia, Sabtu (19/9).
Perempuan bergelar doktor bidang biologi molekuler dari Universitas Osaka ini bercerita mengenai kesempatan untuk menyaksikan bumi dari kejauhan menarik banyak minat orang dari beragam kalangan pada masa itu.
Baca juga : Rekomendasi Jenis Sepatu Untuk Perempuan
Ia menjelaskan pada saat itu Indonesia memiliki kesempatan mengirim perwakilan untuk menaiki pesawat ulang-alik yang juga bersamaan dengan peluncuran satelit Palapa. Kementrian Riset dan Teknologi bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mendiskusikan mengenai orang yang tepat untuk menjalani misi tersebut.
“Banyak calon dari tantara yang sebagian besar diantaranya para pilot pesawat pemburu, ada juga dari penerbangan Angkatan Laut. Ada juga remaja, mahasiswa hingga ibu rumah tangga,” tambahnya.
Ketika Indonesia diizinkan melakukan riset ilmiah mengenai misi luar angkasa tersebut, banyak ilmuwan dilirik untuk diberangkatkan.
Selain kemampuan fisik dan mental yang menjadi bahan pertimbangan, kemampuan riset ilmiah juga dipertimbangkan secara matang. Penelitian itu bernama Indonesian Space Experiment.
“Ilmuwan memiliki kesempatan lebih dulu untuk mengajukan penelitian luar angkasa,” ujar Pratiwi yang menjadi Spesialis Muatan pada misi wahana antariksa STS-61-H.
Universitas Indonesia juga meminta Pratiwi turut serta mengajukan proposal penelitian. “Waktu itu diminta, kalau tidak diminta, siapa lagi yang mau mengerjakan?” ungkapnya.
Dalam penelitiannya, ia mengajukan topik mengenaik ketahanan fisik manusia di luar angkasa. Riset itu dilatarbelakangi oleh cita-cita NASA dalam menempatakan manusia di luar angkasa.
Nilai lebih yang dimiliki oleh Pratiwi mengenai proposalnya adalah penelitiannya tidak membutuhkan alat besar yang memakan ruang di pesawat ulang-alik.
Setelah penelitiannya disetujui, Pratiwi didorong untuk mendaftarkan diri. Tanpa dorongan tersebut, mungkrin ia tidak menjadi astronaut pertama di Tanah Air.
“Ke luar angkasa merupakan sesuatu yang menantang waktu itu. Namun demikian, atas dorongan dari banyak pihak dan izin keluarga saya ikut daftar,” tambahnya.
Meski batal keluar angkasa, Pratiwi tetap menjalani penelitian di Amerika Serikat. Semenjak Challanger meledak, fokusnya bergeser kepada penelitian yang dilakukan di kompleks NASA, AS.
Penulis : Rizky Ardhanditya
Editor : Hammam Izzuddin
Comments