Sumber foto : Pexels
Seri liputan khusus kilas 2020 : Beban Ganda Perempuan di Masa Pandemi
Pandemi Covid-19 memang menyulitkan aktivitas semua orang. Kesulitan tersebut juga dialami oleh para ibu yang harus mengurusi pekerjaan rumah sembari mengawasi pendidikan anaknya. Belum lagi harus melaksanakan WFH (Work from Home) dan menyelesaikan pekerjaannya yang menumpuk.
Retno Lestari Widodowati salah satunya. Ibu satu orang anak ini harus bekerja sembari melakukan pekerjaan rumah. Retno merupakan Pegawai Negeri Sipil di Kementrian Kesehatan, Jakarta Selatan.
Karena pandemi, perempuan yang kini berusia 56 tahun tersebut hanya pergi ke kantor 2 kali dalam seminggu. Meski demikian, ia tidak bisa menikmati waktunya dengan beristirahat. Lantai yang kotor serta cucian yang menumpuk selalu menunggunya kala tugas dari kantor selesai. Selain itu, ia harus menyiapkan makanan untuk putra sulungnya.
“Biasanya bangun pagi jam 5 untuk sholat subuh. Setelah itu saya menyiram tanaman dan menyapu halaman. Jam 7 absen dan mengurus pekerjaan kantor sampai jam 2. Jika ada waktu luang saya biasanya memasak, membereskan rumah, dan mencuci pakaian karena pembantu tidak ada. Baru bisa istirahat jam 4,” ujar perempuan dengan perawakan kurus pendek tersebut.
Setelah ditinggal suami pada akhir Juli 2018, ia memang harus mengurus semuanya sendiri. Perempuan yang akrab disapa Wati pun mengenang mendiang suaminya ketika ia masih hidup. Menurutnya, pandemi ini tidak akan terasa melelahkan jika ditemani oleh orang tersayang. Beruntung, kebijakan belajar di rumah memaksa anaknya untuk pulang dari tempat ia merantau.
“Mungkin kalau suami saya masih ada tidak akan terlalu capek karena mengurus rumah berdua. Tetapi alhamdulillah, karena pandemi, anak saya bisa pulang dan tidak terlalu kesepian di rumah,” ujar Wati sambil tertawa kecil.
Meskipun senang karena tidak sendirian, ia mengeluhkan pakaian yang sedikit menumpuk. Kebutuhan pangan juga otomatis bertambah karena ia tak sendirian lagi di rumah. Selain itu, ia harus memikirkan kuota internet anaknya untuk menjalani perkuliahan daring. Wifi yang kerap bermasalah memaksanya menyisihkan sebagian uang untuk membeli kuota internet.
“Cucian jadi numpuk karena ada anak saya. Untuk makan juga harus memasak lebih. Tetapi yang paling kerasa di kuota internet. Sudah harus bayar Wifi, harus bayar kuota juga karena sering bermasalah Wifinya,” ujarnya sembari menyisir rambutnya yang mulai memutih.
Apa yang dirasakan oleh Wati juga dirasakan oleh ibu lainnya. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh United Nations (PBB), 65% perempuan di Indonesia melakukan lebih dari satu pekerjaan rumah selama pandemi. Hal tersebut dikarenakan ketiadaan orang yang membantu serta tingkat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang didominasi oleh perempuan. hal tersebut memaksa perempuan melakukan pekerjaan rumah dan mengurus anak sementara suaminya mencari nafkah.
Dilansir dari bbc.com, UN Women Deputy Executive Director, Anita Bhatia mengatakan hal ini dapat memunculkan stereotip seperti tahun 1950-an. Kesempatan kerja dan pendidikan bisa hilang karena stereotip untuk melakukan pekerjaan rumah. Selain itu, perempuan mungkin menderita kesehatan mental dan fisik yang lebih buruk.
“Semua yang kami kerjakan dalam waktu 25 tahun dapat hilang begitu saja dalam setahun, ujar Anita Bhatia dikutip dari bbc.com.
Lain cerita dengan Welly Kurniasih (44), meskipun di masa pandemic saat ini, ia tetap harus berkerja seperti biasa. Hanya saja dalam seminggu, yang biasanya 6 hari menjadi 4 hari bekerja.
Setiap pagi, sebelum berangkat kerja, ia harus menyiapkan sarapan sekaligus makan siang untuk anak dan suaminya, belum lagi mengurus rumah seperti menyapu, cuci piring, cuci baju dsb. Di sela-sela kesibukannya, ia juga harus mengontrol sang anak dalam sekolah daring berupa tugas serta absennya di kelas.
“Jadi karena anak saya masih SMP dan harus belajar daring, setiap hari saya harus melaporkan perkembangan tugas anak saya dan memastikan kalau dia sudah absen kepada wali kelasnya,” ujar Welly yang saat ini berprofesi sebagai tenaga kesehatan di salah satu rumah sakit yang terletak di Kab. Solok Prov. Sumatera Barat.
Ibu dua anak tersebut mengaku bahwa tidak mudah dalam melakukan perkerjaan tambahan tersebut disamping perkerjaan yang biasa ia lakukan. “Untungnya si kakak (anak pertama Welly) sudah kuliah jadi bisa urus dirinya sendiri ”, ujar perempuan berkacamata tersebut.
Sang suami yang merupakan seorang wiraswasta pun tidak bisa membantu banyak. Perkerjaan yang mengharuskannya pulang malam, membuat ia tidak mempunyai waktu untuk melakukan pekerjaan rumah.
Keterlibata pria dalam melakukan pekerjaan rumah tangga memang tidak sebesar perempuan. Hal itu sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh University of Alberta, Kanada, yang menemukan bahwa keterlibatan pria dalam melakukan pekerjaan rumah tangga dipengaruhi oleh rasa tanggung jawab mereka terhadap hal lain, seperti jam kerja dan membesarkan anak. Karena itulah, wanita lebih konsisten melakukan berbagai pekerjaan rumah tangga karena mereka merasa kalau hal tersebut sudah menjadi kewajibannya.
Sebagai contoh, 55% perempuan menambah waktu mereka untuk membersihkan rumah selama pandemi corona. Sementara, hanya 48% laki-laki yang menambah waktu mereka untuk melakukan pekerjaan serupa. Sebanyak 39% perempuan juga menambah waktu mereka untuk mengajar anak-anak selama di rumah. Adapun, hanya 29% laki-laki yang menambah waktu mereka untuk mengajari anak selama di rumah, dikutip dari katadata.co.id.
Memiliki peran ganda yakni sebagai seorang ibu dan perempuan bekerja merupakan tantangan besar bagi perempuan selama masa pandemi Covid-19. Menurut Department of Sociology and Anthropology pada Universitas Bar-Ilan yang dilansir dari kumparan.com, menyatakan bahwa secara psikologis seorang Ibu/wanita kerap merasakan perasaan tertekan dan konflik batin ketika mereka melakukan dua pekerjaan sekaligus, baik di rumah maupun di depan umum.
Penulis : Rizky Fabian, Annisa Aulia
.
Comments