top of page
Search
Writer's pictureRedaksi Rekampuan

Kerja Ekstra Guru Merangkap Ibu Kala Pandemi


Sumber foto : Pexels


Seri liputan khusus kilas 2020 : Beban Ganda Perempuan di Masa Pandemi


Pekerjaan Santi Kirana berlipat ganda, ia harus menjadi guru bagi muridnya di sekolah dan juga anaknya di rumah. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) yang dilakukan saat pandemi membuat banyak guru sekaligus ibu rumah tangga seperti Santi bekerja ekstra untuk memastikan semua anak didiknya tetap dapat belajar secara maksimal.


Santi yang juga menjadi guru di SMAN 3 Bantul saat ini memiliki dua anak yang masih balita. Salah satunya sudah masuk ke jenjang Taman Kanak-kanak (TK). Menurut Santi, anaknya yang bernama Ibrahim saat sekolah tatap muka tergolong mudah menerima pelajaran dan giat mengerjakan tugas dari gurunya. Namun saat PJJ, Ibrahim kerap ogah-ogahan mengerjakan tugas yang diberikan gurunya.


Moodnya itu susah dikendalikan saat sekolah dari rumah, hal itu juga yang membuat saya harus memberikan perhatian lebih,” ungkap Ibu berusia 30 tahun ini.


Apa yang dialami Santi adalah salah satu potret guru sekaligus Ibu dari anak di masa pandemi. Persoalan dalam mendampingi anak belajar di rumah juga tak hanya dialami Ibu dengan anak yang masih berada di TK maupun Sekolah Dasar, namun juga di jenjang yang lebih tinggi di Sekolah Menengah.


Mutirah (42) misalnya, anak keduanya pada tahun ajaran 2020/2021 duduk di kelas 3 SMA. Meski usia anaknya sudah 17 tahun, namun kesadaran belajarnya masih minim. Hampir setiap hari sang Ibu harus memastikan anaknya mengikuti sesi pembelajaran daring dan mengerjakan tugas.


“Beberapa kali saya dihubungi oleh wali kelas anak, dikabari kalau anak saya keteteran mengerjakan tugas dan sering tak mengikuti pembelajaran daring,” curhatnya pada Rekampuan.


Beban pekerjaan rumah tangga dan merawat anak seyogyanya dibagi rata pada suami dan istri. Namun konstruksi sosial yang ada cenderung menitikberatkan pekerjaan rumah dan merawat anak pada perempuan. Inilah yang menambah beban.


Menghadapi Fenomena Penurunan Gairah Belajar di Kalangan Remaja


Tugas berat memang dipikul para guru selama pandemi. Tak hanya berkutat pada persoalan adaptasi sistem pembelajaran, namun juga mood pelajar yang tak menentu di masa pandemi. Gairah belajar turun yang disertai kecemasan meningkat menjadi fenomena yang lazim dialami pelajar.


Sebuah survei yang dilakukan Tony Blair Institute for Global Change (TBI) baru-baru ini mengenai pengalaman kaum muda tentang Covid-19 dan dampaknya pada kehidupan mereka melaporkan peningkatan perasaan takut/cemas, sedih dan marah setelah pandemi. Sementara kaum muda dari tujuh negara, termasuk Indonesia, dengan jumlah responden terbanyak (29 persen) ini mengaku kehilangan perasaan bahagia, semangat, dan penuh harapan secara signifikan.


Hal itu menjadi bukti nyata bahwa para guru menghadapi persoalan yang lebih kompleks ketimbang hanya model pembelajaran. Apalagi guru yang merangkap sebagai Ibu bagi anak usia sekolah. Mereka menghadapi dua persoalan secara bersamaan, yakni penurunan gairah belajar anaknya di rumah dan anak didik di sekolah.


Tugas Berat Guru di Pedesaan


Barangkali Santi cukup beruntung, sebab ia tinggal dan bekerja di tempat dengan infrastruktur yang memadahi. Ia tak banyak menemukan persoalan jaringan dan kendala teknis berarti karena siswanya mayoritas siswanya ada di daerah Bantul yang cukup baik fasilitas jaringan internetnya. Namun hal itu tak dirasakan Mutirah. Guru yang bekerja di SMPN 1 Pagentan, Banjarnegara ini masih menghadapi persoalan pelik tentang ketersediaan jaringan dan kemampuan ekonomi siswanya.


Mutirah menuturkan bahwa masih banyak keluarga siswanya yang kurang mampu. Belum memiliki laptop, bahkan kepemilikan gawai android di keluarga siswanya masih terbatas. Ia betul-betul harus memastikan model pembelajaran yang diterapkannya bisa dijangkau oleh mereka yang serba terbatas.


“Untuk bisa pakai Google Meet atau Zoom itu susah sekali, banyak yang keberatan. Jadi seringkali hanya dengan model penugasan dan komunikasi melalui grup Whatsapp,” tutur guru yang tempat kerjanya di pedesaan dengan kondisi geografis pegunungan ini.


Kendala-kendala teknis ini pulalah yang mungkin mendorong sebagian besar wali murid maupun guru berharap segera bisa melakukan pembelajaran tatap muka. Dan sudah diamini oleh pemerintah dengan menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap Tahun Ajaran dan Tahun Akademik 2020/2021 di Masa Pandemi Covid-19. Intinya, membuka kemungkinan untuk membuka sekolah kembali. Meskipun, bahaya Covid-19 masih mengintai dan proses distribusi vaksin masih cukup panjang.


Dalam riset yang dirilis Litbang Kompas, secara global perbandingan siswa pedesaan dengan perkotaan yang tidak terjangkau media teknologi presentasenya 76 : 24 persen. Ini menjadikan tugas para guru yang mengabdi di pedesaan semakin berat di masa pandemi. Apalagi bagi mereka yang juga memiliki tanggung jawab mendampingi anak di rumah.


Penulis : Hammam Izzuddin, Annisya Asri

12 views0 comments

Comentários


bottom of page