Sumber foto : wallpapercave.com
Tren gaya hidup estetik semakin banyak diadopsi oleh masyarakat. Estetika kini menjadi salah satu faktor utama bagi seseorang dalam memilih pakaian serta foto untuk diunggah di Instagram. Namun, belakangan ini tren aesthetic bergeser ke hal yang lebih sederhana. Beberapa orang pun menganggap estetika semakin kehilangan nilai dan maknanya.
Menurut buku Oxford Handbook of Music Psychology, estetika biasanya diartikan sebagai studi tentang keindahan dan keburukan. Beberapa filsuf menganggap estetika hanya diterapkan pada seni atau pengalaman artistik.
Estetika merupakan sesuatu penilaian yang bersifat subjektif dan dipahami berbeda-beda oleh setiap orang. Berdasarkan Ensiklopedia Psikologi Stanford, Kant mengerucutkan dua kondisi mendasar yang diperlukan untuk disebut sebagai sebuah penilaian. Kedua hal tersebut merupakan subjektivitas dan universalitas.
Akan tetapi, tren aesthetic kini semakin sederhana dan dianggap kehilangan makna. Kemunculan akun @txtdrestetik di Twitter merupakan salah satu bentuk protes dari warganet terhadap tren aesthetic di media sosial. Akun tersebut menyoroti penggunaan emoji, figure, dan kalimat aesthetic secara satire.
Salah satu postingan yang disorot adalah penggunaan emoji oleh warganet. Di gambar tersebut terlihat beberapa kontak yang diakhiri dengan emoji. Komentar pun berdatangan dari netizen yang menganggap bahwa hal tersebut tidak memiliki estetika sama sekali.
Selain itu, akun tersebut juga menyorot percakapan yang menggunakan kata estetika secara berlebihan. Di salah satu unggahan, terlihat pesan dari anonim yang berandai-andai jika suatu saat, penyanyi Nadin Amizah menjadi presiden. Ia beranggapan bahwa Indonesia akan lebih aesthetic.
Contoh postingan satire dari akun @txtdrestetik yang menyindir trend aesthetic
Sumber foto : tangkapan layar pribadi
“Bayangin deh kalau presiden kita Nadin Amizah. Pasti Indonesia bakal jadi estetik banget. Feeds Instagram Nadin Amizah estetik banget soalnya. Daripada Jokowi, mending Nadin Amizah deh yang jadi presiden,” tulis seseorang dalam post yang dibagikan @txtdrestetik di Twitter.
Komentar pun berdatangan dari para pengguna Twitter. Aurelia Vizal, penulis sekaligus influencer di Twitter mengungkapkan kekesalannya akan tren tersebut. Perempuan yang kerap mengisi seminar edukasi tersebut juga menyindir pengguna media sosial yang kerap menyingkat tulisan.
Cuitan Aurelia Vizal dalam akun Twitter @senjatanuklir pada Jumat (11/12)
Sumber foto : tangkapan layar pribadi
“Konten cringey aesthetics formatnya kata-kata cringe + emoji. Dan menurut pengamatan pribadi, orang-orang di subkultur ini masuk ke dalam kelompok yang sama seperti user pengguna istilah mmf (maaf), hyung (panggilan), bengek (tertawa), dsb.,” tulis Perempuan yang akrab disapa Orei dalam akun pribadinya @senjatanuklir.
Pendapat mengenai tren tersebut juga diungkapkan oleh pengguna Twitter Yosep Belfridus dalam akunnya @whY_nYo. Ia mengatakan bahwa beberapa kata yang digunakan sebenarnya menghibur. Akan tetapi, lama-kelamaan kata tersebut berbubah menjadi cringe atau jayus.
“Kayanya semua kata yang di atas overused jadinya cringe. Padahal pertama keluar ikutan ketawa. Kaya joke yang udah berulang jadi ga lucu lagi,” tulisnya di Twitter.
Hal senada juga diutarakan oleh Zahrani Wulandari. Mahasiswi yang juga merupakan seorang Make-up Artist tersebut menilai bahwa kata aesthetic kini kehilangan makna karena kerap digunakan secara berlebihan.
“Menurutku kata tersebut jadi membosankan dan kehilangan makna. Sedikit-sedikit dibilang aesthetic. Padahal mungkin postingannya biasa saja dan tidak ada unsur estetikanya. Aneh juga sih kalo orang-orang berlomba-lomba untuk menjadi aesthetic,” Ujar perempuan yang kini tengah fokus menyelesaikan skripsi.
Ia juga menambahkan bahwa keindahan merupakan sesuatu yang subjektif. Akan tetapi, keindahan tersebut seharusnya berdasarkan penilaian sendiri, bukan orang lain.
“Aku juga sering melihat orang-orang mengikuti gaya orang lain atau feeds di Instagram. Padahal mungkin dirinya tidak suka dan mengerti dimana indahnya. Memang betul estetika itu subjektif, tapi kalo estetika itu hanya pandangan orang lain dan bukan dari diri sendiri tentu percuma. Rugi kita sendiri tidak bisa melihat dimana unsur estetikanya.” Sambung perempuan yang biasa dipanggil Ari ketika dihubungi via Line.
Penulis : Mohamad Rizky Fabian
Editor : Annisya Asri
Comentarios