sumber foto : pinterest.com
Ketika pertama kali mendengar kata perempuan cantik, gambaran apa saja yang ada dibenakmu? Kebanyakan dari kita akan mengarah pada perempuan yang memiliki wajah dengan kulit putih, tubuh langsing dan juga tinggi.
Adanya karakteristik yang langsung terbentuk di benak kita merupakan bentuk dari kontruksi kecantikan yang terbentuk oleh lingkungan sosial. Konstruksi kecantikan yang mulanya diperlihatkan melalui iklan atau tayangan di media massa, kini merambah makin luas juga di media sosial.
Baca juga : Berkalit dari Perilaku Seksis
Standar kecantikan selalu mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Pembentukan standar kecantikan saat ini salah satunya dipengaruhi oleh perkembangan media sosial. Ekspektasi sosial akan kecantikan seseorang dibentuk melalui opini publik di media sosial.
Publik bisa merubah standar kecantikan seseorang akibat perasaan tidak puas dari warganet, sehingga beberapa orang pun rela melakukan perubahan pada tubuhnya demi memenuhi pendapat publik. Akan tetapi, ada juga yang memilih untuk tidak melakukan perubahan namun perasaan insecure menghinggapi mereka.
“Soal fisik, saya memang benar-benar insecure dengan perempuan yang memiliki body goals, apalagi penampilan mereka yang good looking, sedangkan saya merasa tidak ada apa-apanya dibanding mereka,” ujar Aini (20).
Fenomena tersebut ternyata didukung oleh fakta bahwa manusia cenderung membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Ada seseorang yang dijadikan role model untuk memenuhi standar kecantikan bagi diri sndiri. Hingga akhirnya mereka juga membandingkan diri sndiri dengan apa yang ada di media sosial.
"Setiap orang punya kecenderungan mengamati dan belajar dari role model yang ada di media sosial. Orang belajar dari situ dan melihat itulah standar kecantikan," ujar psikolog klinis Inez Kristanti, dikutip dari CNNIndonesia.com.
Membandingkan diri dengan orang lain untuk memenuhi standar kecantikan memiliki dampak bagi psikologis seseorang. Hal tersebut bisa berujung pada gangguan dismorfik, yaitu gangguan mental yang membuat penderitanya merasa malu dan cemas akan kekurangan atau cacat yang ada pada tubuhnya. Dismorfik tubuh membuat seseorang akan terus menerus melakukan perubahan dan tidak pernah puas dengan kecantikan yang dimiliki.
Sering memenuhi standar yang dibuat oleh orang lain akan memiliki dampak bagi diri sendiri. Terlalu memikirkan pendapat dari orang lain dapat menambah beban pikiran dan berakhir tidak fokus pada setiap kegiatan. Jika hal tersebut dibiarkan, dampaknya akan semakin lebih parah bagi kesehatan mental.
Memenuhi ekspektasi orang lain tidak akan ada habisnya. Setiap orang memiliki keistimewaan dan keunikan dalam dirinya sendiri. Tanpa melihat pendapat orang lain dan percaya diri akan bentuk fisik yang telah diberikan oleh Tuhan, akan membuat pikiran menjadi lebih positif.
Penulis : Fatika Febrianti
Editor : Hammam izzuddin
Comments