Sumber foto : okezone
Presiden Joko Widodo baru saja menekan Peraturan Pemerintah (PP) terbaru tentang kebiri kimia. Pada 7 Desember 2020 PP No.70 Tahun 2020 tentang cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak sudah resmi disahkan.
Praktik kebiri ini sebenarnya telah dilakukan dari beberapa abad yang lalu. Dikutip dari buku a brief history of castration second edition karya Victor T. Cheney praktik kebiri adalah perlakukan yang paling kuno, murah, mujarab dan cepat dalam mencegah kejahatan penyakit, kekerasan dan kelahiran yang tidak diinginkan.
Di dalam buku tersebut juga dijelaskan bahwa melakukan kebiri tidak hanya serta merta hanya untuk menekan tingkat kelahiran tetapi juga alasan religius dan bentuk hukuman kasus kejahatan yang efektif.
Hukuman kebiri ini memiliki dua jenis prosedur yang berbeda yakni fisik dan kimia. Dalam kebiri fisik, testis pelaku pria akan dipotong sehingga kebiri akan bersifat permanen. Sedangkan kebiri kimia adalah pemberian obat-obatan kimia yang berfungsi untuk menghilangkan hormon secara sementara.
Di Indonesia sendiri, hukuman ini dilakukan dengan prosedur medis yang dilakukan oleh tenaga medis yang telah ditunjuk. Tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia diatur dalam pasal 5 hingga pasal 13. Dalam pasal 6 dijabarkan bahwa nantinya terdapat tiga tahapan yang akan dilakukan yakni tahapan penilaian klinis, kesimpulan dan pelaksanaan.
Dalam pelaksanaannya, pelaku akan diberikan zat kimia yang mengandung anti-androgen berupa pil ataupun cairan yang disuntikan ke dalam tubuh. Androgen sendiri adalah kumpulan hormon yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan orang seksual pria.Proses kebiri ini hanya dapat memperlemah hormon testosteron di dalam aliran darah seseorang tanpa mengubah bentuk jenis kelamin dari orang tersebut.
Beberapa efek samping akan dirasakan oleh pelaku yang akan dihukum dengan proses kebiri kimia. Dilansir dari Asumsi, Kesehatan jangka panjang akan mengalami beberapa gangguan seperti pengeroposan tulang, kehilanggan massa otot, overweight, sering merasa lemah dan bahkan kematian.
“Celakanya, bahan ini selain menurunkan kadar testosteron juga merusak jantung, pembuluh darah, merusak ginjal dan hati, dan merusak banyak organ di dalam tubuh,” ujar Dewan Pakar Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Dr. M Nasser dilansir dari IDN Times.
Namun efek yang dirasakan hanya akan bertahan selama 6 bulan saja atau tidak permanen sehingga harus dilakukan berulang kali secara bertahap setidaknya tiga hingga lima tahun secara periodik. Nasser juga menambahkan bahwa belum ada penjelasan mendetail tentang berapa kali pelaku akan diberikan zat kebiri kimia.
Selain proses kebiri, pendeteksi elektronik juga menjadi salah satu cara yang disahkan dalam PP tersebut. Pendeteksi elektronik ini berupa gelang atau sejenisnya yang berfungsi untuk melacak keberadaan pelaku. Dengan memantau dimana pelaku berada, pemerintah dapat selalu melihat posisi pelaku.
Penulis : Malwa Hazwani
Editor : Annisya Asri
Comments