top of page
Search

Keperawanan, Konstruksi Sosial yang Merugikan Perempuan

  • Writer: Redaksi Rekampuan
    Redaksi Rekampuan
  • Dec 29, 2020
  • 3 min read

Perempuan dianggap hina dan kotor apabila sudah melakukan hubungan seksual.

(Sumber: Parents.com)


Politisi PKS Nur Azizah Tahmid menjadi sorotan publik akibat pernyataannya tentang tingkat keperawanan di Depok. Ia menyatakan bahwa 70 persen siswi sekolah di Kota Depok tidak lagi perawan. Keperawanan memang kerap dijadikan standar untuk menilai harga diri perempuan. Padahal, keperawanan merupakan konstruksi sosial yang merendahkan perempuan.


Sebelumnya, pernyataan tingkat keperawanan siswi Depok diungkapkan oleh Nur Azizah Tahmid pada Minggu (20/12). Dalam acara Diseminasi Pembatalan Pemberangkatan Haji Provinsi Jawa Barat, ia mengatakan bahwa hal tersebut harus segera diatasi. dirinya juga menghimbau orangtua untuk mengawasi tumbuh kembang anaknya.


"Orangtua harus lebih memperhatikan anaknya. Anak-anak harus dikontrol jangan dibiarkan terjerumus dalam pergaulan bebas," ujarnya dilansir dari tribunnews.com


Pernyataan tersebut didukung oleh data yang dikeluarkan oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) pada 2015. Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait mengatakan bahwa lima tahun lalu, survey Komnas PA menemuka 93,7% pelajar SMP dan SMA mengaku sudah tidak perawan. Tidak hanya itu. Arist juga menambahkan bahwa 61,2% di antaranya nekat menggugurkan kandungan. Data tersebut dikonfirmasi oleh Arist kertika ditemui pada Rabu (23/12).


“Apa yang dikatakan oleh kader PKS itu dibenarkan data lima tahun lalu kita sudah umumkan. Survey dilakukan di beberapa wilayah dengan sampling sekira 4.700-an anak SMP dan SMA. Jika diturunkan persentase itu atau yang dilansir di Depok itu dibenarkan dengan angka itu,” ujar Arist dilansir dari suara.com.


Seks bebas memang menjadi masalah utama di kalangan remaja. Akan tetapi, masyarakat nampaknya lebih fokus menghakimi perempuan yang dianggap sudah tidak perawan dibandingkan mencegah perilakunya.


Selain itu, masalah seks bebas juga kerap dilimpahkan ke satu pihak, yaitu perempuan. Perempuan dianggap tidak bisa menjaga diri apabila dirinya sudah tidak perawan. Hal ini tentu berbeda dengan laki-laki yang dianggap payah ataupun tidak gaul apabila ia belum melakukan hubungan seks.


Kesucian serta harga diri perempuan nyatanya masih diukur dari keperawanannya. Masalah yang dialami oleh perempuan semakin parah akibat artikel ciri-ciri perempuan yang sudah tidak perawan di beberapa media massa. Padahal, keperawanan adalah konstruksi sosial dan mitos yang merendahkan perempuan.


Konstruksi sosial adalah ide yang dibuat oleh masyarakat. Konstruksi sosial bukanlah data empiris yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Menurut sosiolog Peter L. Berger, masyarakat merupakan realitas yang bersifat objektif dan subjektif. Menurutnya, masyarakat bersifat objektif karena ada pelembagaan serta kebiasaan yang dilakukan secara berulang. Akan tetapi, masyarakat juga merupakan realitas subjektif karena memiliki interpretasi masing-masing.


Keperawanan merupakan konstruksi sosial karena konsep tersebut disepakati oleh masyarakat. Walaupun demikian, belum ada penelitian yang dapat mengukur serta membedakan perempuan yang masih perawan dengan yang tidak. Jurnal dengan judul Myths and misconceptions: Midwives perception of the vaginal opening or hymen and virginity, meluruskan kekeliruan persepsi masyarakat terhadap keperawanan.


Anggapan vagina akan lebih lebar akibat hubungan seksual nyatanya tidak sesuai dengan realita. Faktanya, lubang vagina akan menjadi lebih elastis karena pertumbuhan. Kesucian serta harga diri yang dinilai dari keperawanan juga dapat mendegradasi pencapaian perempuan. Dr. Breanne Fahs, yang memiliki gelar Ph.D di Psikologi dan Studi Perempuan, juga mengatakan bahwa konsep kesucian merupakan alat untuk mengontrol kita sesuai dengan norma gender yang diinginkan masyarakat.


“Konsep kesucian bukanlah hal yang baik. Kapanpun kata itu muncul, kita harus merasa gugup. Yang terbebani dengan konsep tersebut adalah perempuan. Konstruksi ini tidak hanya merugikan wanita, tetapi juga merusak seksualitas pria. Laki-laki secara luas dipermalukan karena masih perawan. Kehilangan keperawanan dijadikan tanda kejantanan laki-laki,” ujar Fahs dikutip dari statepress.com.


Tanggapan terkait dengan keperawanan juga disampaikan oleh Novita Irwansyah. Perempuan yang kini sedang magang di salah satu perusahaan swasta tersebut mengaku risih dengan konsep tersebut. Alumni SMK Binakarya Mandiri tersebut juga ingin perempuan tidak memandang rendah dirinya hanya karena sudah tidak perawan.


“Kalo saya risih dan kurang setuju dengan konsep tersebut. Pernah beberapa kali interaksi dengan cowo dan ditanya apakah masih perawan. Meskipun masih, tapi agak tersinggung dengan pertanyaan sepertiu itu. Kasihan juga dengan mereka yang sering dihujat dan dituduh sudah tidak perawan. Menurutku perempuan tidak boleh down dengan tuduhan seperti itu. Harga diri perempuan tidak dinilai dari keperawanan semata,” ujar perempuan kelahiran Bekasi tersebut ketika dihubungi via Line.


Keperawanan memang menjadi standar ganda di masyarakat. Konstruksi sosial tentang keperawanan seharusnya tidak dijadikan alasan untuk memandang rendah perempuan. Sudah selayaknya mitos tersebut dihapuskan agar perempuan tidak lagi bersusah payah mempertahankan diri dari penghakiman yang dilakukan oleh masyarakat.


Penulis : Mohamad Rizky Fabian

Editor : Fatika Febrianti

Comments


Susunan Redaksi

Pemimpin Umum

Malwa Hazwani

hammam bw.png
icak bw.png

Pemimpin Redaksi

Editor

Editor

Fatika Febrianti

Hammam Izzudin

Annisya Asri

fabian bw.png

Reporter

Rizky Fabian

annisa.png

Reporter

giga bw.png

Kreatif

dandi bw.png

Kreatif

Annisa Aulia

Giga Baskoro

Rizki Ardandhitya

  • Instagram
bottom of page