Sumber foto : https://www.dailynews.com/
Kekerasan seksual masih menghantui para perempuan di Indonesia. Berbagai solusi dan pencegahan telah dilakukan, namun masih kurang efektif dalam mencegah terjadinya kekerasan seksual terutama terhadap perempuan.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai cara guna dapat menekan angka kekerasan seksual terhadap perempuan. Namun, cara-cara yang digunakan seolah menempatkan perempuan sebagai akar masalah dari kekerasan seksual itu sendiri. Padahal jika ditelaah kembali akar masalah sebenarnya adalah minimnya pendidikan seks yang diberikan kepada anak-anak Indonesia.
Baca juga : Merasakan Perundungan Seksual di Sosial Media
Pendidikan seks masih dianggap sebagai hal tabu di Indonesia. Pendidikan seks seringkali diartikan sebagai pornografi dan berdampak buruk bagi anak karena dapat mendorong anak untuk melakukan hal yang tidak semestinya dilakukan. Sejatinya pendidikan seks tidak mengajarkan untuk melakukan seks tetapi menurut Rutgers WPF Indonesia, pendidikan seksual mengajarkan tentang kesehatan reproduksi, merasa nyaman dengan tubuh sendiri, dan menghargai hak orang lain untuk tidak melakukan perilaku seksual.
Mengapa Pendidikan seksual itu penting?
Dikutip dari CNN Indonesia, Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Siti Noor Laila berpendapat pendidikan seks bagi anak penting agar anak mengenal tubuh dan fungsinya. Pendidikan seks juga dinilai penting agar anak tahu mana sentuhan yang wajar dan yang melecehkan. Hal ini disampaikan Siti Noor Laila pada saat Konferensi Pers Komnas HAM pada 15 Februari 2016.
"Jangan disalahartikan pendidikan seks berarti mengajarkan anak melakukan hubungan seks. Pendidikan seks sangat penting diberikan sejak usia dini," ujarnya.
Pendidikan seks penting diberikan melalui keluarga maupun kurikulum sekolah, karena merupakan “ peringatan “ bagi orangtua bahwa penyalahgunaan seks telah menjadi masalah serius. Tingginya tindakan kriminal seperti pemerkosaan dan kekerassan seksual lainnya terhadap anak-anak perlu diatasi secepatnya.
Laila mengatakan selama ini pelaku kekerasan seksual biasanya merupakan orang dekat dari korban. "Oleh karena itu, mengenali ciri-ciri pelakunya menjadi sangat penting," katanya.
Kekerasan seksual terhadap anak
Menurut Ricard J. Gelles kekerasan terhadap anak merupakan perbuatan disengaja yang menimbulkan kerugian atau bahaya terhadap anak-anak (baik secara fisik maupun emosional).
Bentuk kekerasan terhadap anak dapat diklasifikasikan menjadi kekerasan secara fisik, kekerasan secara psikologi, kekerasan secara seksual dan kekerasan secara sosial
Ivo Noviana dalam jurnalnya yang berjudul “Kekerasan Seksual Terhadap Anak: Dampak dan Penanganannya,” menyebutkan bahwa kekerasan seksual (sexual abuse) merupakan jenis penganiayaan yang biasanya dibagi dua dalam kategori berdasar identitas pelaku, yaitu:
a. Familial Abuse
Termasuk familial abuse adalah incest, yaitu kekerasan seksual dimana antara korban dan pelaku masih dalam hubungan darah, menjadi bagian dalam keluarga inti. Dalam hal ini termasuk seseorang yang menjadi pengganti orang tua, misalnya ayah tiri, atau kekasih, pengasuh atau orang yang dipercaya merawat anak.
b. Extra Familial Abuse
Kekerasan seksual adalah kekerasan yang dilakukan oleh orang lain di luar keluarga korban. Pada pola pelecehan seksual di luar keluarga, pelaku biasanya orang dewasa yang dikenal oleh sang anak dan telah membangun relasi dengan anak tersebut, kemudian membujuk sang anak ke dalam situasi dimana pelecehan seksual tersebut dilakukan, sering dengan memberikan imbalan tertentu yang tidak didapatkan oleh sang anak di rumahnya.
Indonesia juga telah merumuskan kekerasan seksual dalam RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual. Di dalam Rancangan Undang — undang tersebut disebutkan bahwa :
“Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang, dan/atau perbuatan lainnya terhadap tubuh, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau relasi gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan/atau politik.”
Namun sepertinya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual ini masih belum menemui titik terang. Kabarnya RUU PKS ini akan Kembali diusulkan untuk dibahas pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.
Pendidikan seksual sebagai upaya preventif pencegahan kekerasan seksual
Pendidikan seksual saat ini memang belum termasuk dalam kurikulum Pendidikan nasional. Namun dalam International Technical Guidance on Sexuality Education yang dirumuskan oleh UNAIDS (The Joint United Nations Programme on HIV/AIDS) merumuskan beberapa konsep yang harus masuk dalam Pendidikan seks. Dua di antaranya adalah consent dan body intregrity. Consent merupakan persetujuan yang mengindikasikan seseorang secara sadar bersedia untuk melakukan sesuatu. Sedangkan body integrity berarti hak atas kepemilikan tubuhnya sendiri.
Pendidikan seksual dapat mencegah terjadinya tindak kekerasan seksual. Namun hal ini tidak akan bisa terlaksana dengan baik jika tidak ada Kerjasama yang baik antara institusi pendidikan, keluarga dalam hal ini orang tua, serta peran masyarakat dalam mengawal Pendidikan seksual ini.
Penulis : Giga Baskoro
Editor : Hammam izzuddin
Comments