sumber foto : rubrikmedia
Adanya Undang-Undang (UU) tentang Kesehatan Reproduksi yang termuat dalam Pasal 75, Pasal 77 dan Pasal 194 UU Nomor 36 Tahun 2009 dianggap melegalkan praktik aborsi kini menimbulkan polemik bagi masyarakat. Sebagian masyarakat cemas karena mengkhawatirkan adanya penyimpangan kebijakan tersebut sehingga mempermudah praktik aborsi.
Pihak kontra menilai bahwa dalam kehidupan masyarakat dengan gaya hidup bebas saat ini, aturan ini mudah disalahgunakan bagi pelaku perzinaan untuk melegalkan aborsi. Aturan ini membuka peluang kehamilan tak diinginkan (KTD), hasil perzinaan, gagal kontrasepsi, dan kehamilan yang menghambat karier kerja untuk melakukan aborsi.
Dalam aturan tersebut memang dikemukakan bahwa aborsi bisa dilakukan untuk dua keadaan, yaitu gawat darurat medis dan kehamilan akibat pemerkosaan. Namun, sebagian masyarakat melihat celah permisif mengenai kemudahan bagi seseorang untuk melakukan aborsi. Walaupun sudah dilarang melalui KUHP, praktik aborsi ilegal masih banyak terjadi.
Pihak yang menentang praktik aborsi memperingatkan agar setiap peraturan yang dikeluarkan tetap mempertimbangkan aspek sosiologis masyarakat, seperti adat istiadat, etika moral, kesusilaan, dan aturan berbagai agama yang ada sehingga tidak menimbulkan pertentangan.
Adanya Kaum Pro Life dan Pro Choice
Sebelumnya perdebatan mengenai hal ini sudah berlangsung sejak dahulu. Mereka yang termasuk golongan antiaborsi dinamakan sebagai kelompok pro life (mendukung kehidupan). Sedangkan mereka yang menyetujui praktik aborsi menyebut diri sebagai pro choice (mendukung pilihan).
Sebagian kelompok pro life yang moderat mengajarkan bahwa aborsi merupakan hal buruk, namun tetap mengizinkannya dalam syarat-syarat tertentu. Sekiranya dalam konteks ini mengapa UU Kesehatan Reproduksi dipertentangkan. Pemerintah melihat bahwa syarat “gawat darurat medis” dan “kehamilan akibat pemerkosaan” termasuk syarat yang ditentukan untuk dapat melakukan praktik aborsi.
Ia tidak memiliki hak dan kepentingan serta tidak logis dilukiskan sebagai tak bersalah ataupun bersalah. Karena itulah, mereka berpandangan umumnya hak perempuan akan kebebasan pro kreatif bersifat mutlak dan tidak boleh dihalangi, menurut buku Teichman dilansir melalui pgi.or.id.
Dara (25) salah satunya, ia yang berprofesi sebagai perawat di salah satu rumah sakit ini menuturkan bahwa praktik aborsi haram jika dilakukan tanpa sebab. “Menurutku, anak dalam kandungan walaupun tidak diinginkan merupakan makhluk tak bersalah, sebaiknya untuk tidak digugurkan agar tidak menimbulkan suatu permasalahan nantinya.” ujarnya melalui via Whatsapp pada Sabtu (28/11).
Ia juga menambahkan jika pahit-pahitnya ada sahabat atau dirinya yang merasakan hal tersebut, ia berusaha untuk mendukung dan mempertahankan janin itu. Hal ini bertujuan agar tidak menimbulkan penyakit pada reproduksi yang disebabkan oleh praktik aborsi ilegal.
Berbeda dengan kaum pro life, sebagian dari kaum pro choice berpendapat bahwa setiap orang memiliki pilihannya masing-masing, mereka juga menganggap bahwa memiliki anak sebelum waktunya dapat menghalangi kegiatan akademik dan karier bagi perempuan pekerja. Walaupun mereka juga tak menutup kemungkinan bahwa melakukan praktik aborsi merupakan perbuatan haram dan bisa menimbulkan penyakit pada reproduksi.
Seperti yang dialami oleh Mawar (23), ia mengaku pernah melakukan hubungan gelap dengan pacarnya hingga menimbulkan kehamilan tak berencana. Ia merasa malu dan pacarnya berencana mengajak Mawar untuk melakukan praktik aborsi karena tidak sanggup untuk bertanggung jawab. Akhirnya Mawar melakukannya atas kemauan pasangannya dan tidak ingin menjadi bahan perbincangan di masyarakat luas. Ia menerima segala resiko yang ia pilih agar karier kerjanya tidak hancur dalam dunia penerbangan.
Kemunculan polemik mengenai UU praktik aborsi, dapat dipertimbangkan kembali mengenai baik buruknya dari melakukan praktik tersebut untuk meminimalkan kontroversi di tengah publik. Pertimbangan sosial, budaya, kesehatan secara mendalam agar bisa memutuskan kebijakan yang lebih relevan bagi seluruh pihak.
Penulis : Annisya Asri Diarta
Editor : Fatika Febrianti
Comments