top of page
Search
Writer's pictureRedaksi Rekampuan

Tekanan Sosial hingga Kurangnya Dukungan Buat Korban Pelecehan Seksual Enggan Melapor


Sumber foto : The Conversation


Mengalami peristiwa kekerasan seksual tentunya menjadi luka bagi para perempuan. Tak banyak dari mereka yang berani untuk melaporkan kasus ini kepada pihak yang berwajib. Mengapa hal ini bisa terjadi?


Korban kekerasan seksual perempuan selalu meningkat setiap tahunnya. Dilihat dari jumlah kasus yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), tiap tahunnya tingkat kasus yang masuk terus bertambah. Tahun 2019 tingkat pengaduan mencapai 5.444 kasus dan hanya 5,59% kasus yang mendapat penegakan hukum. Sisanya korban hanya diberikan rehabilitasi sosial, bantuan hukum, dan pendampingan oleh tokoh agama.



Hal ini menjadi keresahan yang dirasakan oleh beberapa aktifis yang menyuarakan bagaimana pentingnya melaporkan kejadian yang meraka rasakan. Dilansir dari asumsi, Siti Mazuma, Direktur LBH APIK (Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan) mengatakan “Banyak faktor yang membuat korban kekerasan seksual enggan untuk berbicara, bisa dari diri sendiri, trauma, posisi tawar yang tidak setara dengan pelaku, pengetahuan yang minim mengenai kekerasan seksual dan hukum, dan sebagainya.”


Selain faktor pribadi, Zuma mengatakan bahwa sistem hukum Indonesia belum sepenuhnya berpihak kepada korban. Selama ini korban dibebankan dengan alat bukti, padahal kasus ini berada dalam ranah privat dan saksi juga tidak banyak yang tahu. Ketika korban sudah melapor bukan proses hukum yang dikedepankan melainkan sibuk mempertanyakan dan menyalahkan korban. Dari seluruh laporan yang masuk ke ranah hukum hanya 2% saja pelaku yang berakhir di penjara.


Dilansir dari Kompas.com, ada faktor lain pula yang membuat korban kekerasan seksual enggan membuka suaranya. “Faktor keluarga, lingkungan – seperti victim blaming, persekusi, pemberitaan media yang mengeksploitasi informasi pribadi, kecenderungan lingkuangan yang lebih membela pelaku,” ujar Danika Nurkalista, coordinator layanan psikologis di Yayasan Pulih.


Sebenarnya bukan tidak ada hukum yang mengatur dan menegakkan hak perempuan dalam kasus kekerasan seksual ini. Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung No.3 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perempuan Berhadapan dengan Hukum yang melarang hakim untuk melakukan victim blaming serta pasal 286 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) yang mengatakan bahwa bersetubuh dengan perempuan yang tidak berdaya dapat diancam pidana penjara paling lama sembilan tahun.


Tetapi, tak sedikit korban yang khawatir dirinya akan menerima stigma negatif dari masyarakat jika melaporkan kasus yang dialami dan nantinya akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dalam lingkungannya. “Aku tidak berani membuka identitas. Takut namaku jelek dan takut tanggapan orang-orang kalau tau aku tidak virgin dan pernah dipegang-pegang oleh orang lain,” kata Revina yang pernah menjadi korban kekerasan seksual, dikutip dari asumsi.


Rani (nama disamarkan), salah satu korban yang bersedia menceritakan pengalaman yang ia rasakan ketika menjadi korban kekerasan seksual. Ia mengatakan bahwa pada awalnya ia merasa takut dan tidak nyaman memberitahukan orang disekitar. Semakin lama, ia hanya bisa memasrahkan keadaan yang ia alami tersebut. “Aku hanya bisa diam saja sih, ya gimana juga mau melapor juga kayaknya gak perlu gitu. Aku minta tolong ke orang yang bersangkutan untuk gak menghubungi dan melakukan hal seperti itu lagi. Jadi aku rasanya kayaknya udah cukup deh, sudah minta maaf juga,” ujarnya.


Dengan kasus yang meningkat dan hukum yang kurang mengikat, sangat disayangkan para korban perempuan tidak punya tempat untuk sekedar memberikan aduan. Namun, bagi para korban yang merasa membutuhkan dan ingin membuat laporan atas kasus kekerasan seksual dapat menghubungi Yayasan Pulih di pulihfoundation@gmail.com, Koalisi Perempuan Indonesia di sekretariat@koalisiperempuan.co.id atau ke komnas perempuan di mail@komnasperempuan.go.id.


Penulis : Malwa Hazwani

Editor : Hammam Izzuddin

15 views0 comments

Comments


bottom of page